Rabu, 31 Juli 2013

Hikmah puasa

Hikmah-Hikmah Puasa
Segala puji bagi Allah, pengatur
malam, bilangan hari, bulan, dan
tahun. Dia-lah Maharaja, Mahasuci,
serta Pemberi keselamatan.
Hanya Dia-lah yang memiliki
segala keagungan an kekekalan.
Dia tersucikan dari kekurangan
dan penyerupaan dengan
manusia. Dia melihat apa saja
yang ada didalam urat dan tulang,
serta mendengar ucapan yang
tersembunyi dari ucapan yang
halus. Dia-lah Ilah yang Maha
Pengasih Yang banyak
memberikan nikmat dan Rabb
Mahakuasa Yang Mahakeras
balasannya. Dia mentaqdirkan
segala urusan dan
melangsungkannya di atas sebaik-
baik aturan, serta menetapkan
berbagai syariat dan
mengokohkannya dengan
sekokoh-kokohnya. Dengan
kekuasaan-Nya angin yang
menjalankan awan berhembus,
serta dengan hikmah dan rahmat-
Nya terjadi perputaran hari, siang
dan malam.
Aku memuji-Nya atas keagungan
sifat-Nya dan keindahan nikmat-
Nya, serta aku bersyukur kepada-
Nya sebagai mana syukurnya
orang yang meminta serta
mengharap tambahan karunia-
Nya.
Aku bersaksi bahwa tiada yang
berhak diibadahi melainkan hanya
Allah, Dzat yang tidak dapat
dilingkupi oleh akal dan dugaan.
Dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba, dan
Rasul-Nya, sekaligus seutama-
utama manusia. Shalawat dan
salam semoga benar-benar
senantiasa tercurau kepada beliau,
kepada Abu Bakar, orang yang
duluan masuk islam, kepada
‘Umar, yang syaitan lari jika
melihatnya, kepada ‘Utsman,
sahabat yang mempersiapkan
pasukan yang kekurangan bekal
(pasukan perang tabuk), kepada
‘Ali, lautan ilmu dan singa
pertempuran, serta kepada
seluruh keluarga, para Shahabat,
dan orang-orang yang selalu
mengikuti mereka dalam
kebaikan.
Wahai hamba-hamba Allah,
semoga Allah merahmati kalian,
ketahuilah, sesungguhnya Allah
memiliki hukum yang sempurna
dan hikmah yang tinggi dalam
ciptaan dan syari’at-Nya. Dia-lah
yang Mahabijaksana dalam
ciptaan dan syari’at-Nya. Dia tidak
menciptakan para hamba-Nya
dengan main-main, tidak
membiarkan mereka begitu saja,
dan tidak menjadikan syari’at
kepada mereka itu sia-sia. Mereka
diciptakan untuk suatu perkara
yang agung dan mereka
dipersiapkan untuk suatu urusan
yang besar. Allah telah
menjelaskan kepada mereka jalan
yang lurus, dan mensyari’atkan
kepada mereka berbagai syari’at
untuk menambah keimanan serta
menyempurnakan ibadah mereka.
Tidak ada suatu ibadahpun yang
Allah syari’atkan kepada para
hamba-Nya melainkan ia
mempunyai hikmah yang agung,
meskipun tidak semua orang
mengetahuinya. Kebodohan kita
terhadap suatu hikmah dari ibadah
tidak menjadi dalil bahwa ibadah
tersebut tidak mempunyai
hikmah. Akan teteapi, hal itu
menjadi dalil atas kekurangan dan
kelemahan kita untuk mengetahui
hikmah Allah subhanahu wata’ala.
Allah subhanahu wata’ala
berfirman:
ﻭَﻣَﺂ ﺃُﻭﺗِﻴﺘُﻢ ﻣِّﻦ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﺇِﻻَّ ﻗَﻠِﻴﻼً
“Dan tidaklah kamu diberikan
pengetahuan melainkan
sedikit.” (QS. Al-Israa’:85).
Allah telah mensyari’atkan
berbagai bentuk ibadah dan
aturan muamalah sebagai ujian
dan cobaan bagi para hamba-Nya,
agar menjadi jelas siapa yang
beribadah kepada-Nya dan siapa
yang beribadah kepada hawa
nafsunya. Barangsiapa yang
menerima berbagai syari’at dan
aturan tersebut dengan lapang
dada dan jiwa yang tenang, maka
ia telah beribadah kepada Allah,
ridha dengan syari’at-syari’at-Nya,
dan mendahulukan ketaatan
kepada Rabb-nya diatas hawa
nafsunya. Dan barangsiapa yang
tidak mau menerima sebagian
ibadah dan aturan tersebut kecuali
yang sejalan dengan tujuannya,
maka ia telah beribadah kepada
hawa nafsunya, murka dengan
syari’at Allah, dan berpaling dari
ketaatan kepada-Nya. Dia telah
menjadikan hawa nafsunya
sebagai sesuatu yang diikuti dan
bukan pengikut. Dia ingin agar
syari’at Allah mengikuti seleranya
meskipun ilmunya pendek dan
hikmahnya sedikit.
Allah subhanahu wata’ala
berfirman:
ﻭَﻟَﻮِ ﺍﺗَّﺒَﻊَ ﺍﻟْﺤَﻖُّ ﺃَﻫْﻮَﺁﺀَﻫُﻢْ ﻟَﻔَﺴَﺪَﺕِ
ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕُ ﻭَﺍﻷﺭْﺽُ ﻭَﻣَﻦ ﻓِﻴﻬِﻦَّ ﺑَﻞْ
ﺃَﺗَﻴْﻨَﺎﻫُﻢْ ﺑِﺬِﻛْﺮِﻫِﻢْ ﻓَﻬُﻢْ ﻋَﻦﺫِﻛْﺮِﻫِﻢْ
ﻣُّﻌْﺮِﺿُﻮﻥَ
“Andaikata kebenaran itu
menuruti hawa nafsu mereka,
pasti binasalah langit dan bumi,
dan semua yang ada didalamnya.
Sebenarnya kami telah
mendatangkan kepada mereka
kebanggaan mereka tetapi
mereka berpaling dari
kebanggaan itu.” (QS. Al-
Mu’minuun: 71).
Termasuk diantara hikmah-
hikmah Allah adalah Dia
menjadikan ibadah itu beraneka
ragam agar dapat diridhai dan
diterima dengan baik, sekaligus
menjadi pembersih orang-orang
beriman. Terkadang, sebagian
orang ridha dan mampu
berpegang teguh dengan suatu
bentuk ibadah tertentu, akan
tetapi ia tidak menyukai dan
menyia-nyiakan bentuk ibadah
lainnya. Oleh sebab itu, Allah
menjadikan ibadah itu ada yang
berkaitan dengan amalan badan,
seperti shalat, ada yang berkaitan
dengan harta yang dicintai, seperti
zakat, ada yang berkaitan dengan
keduanya sekaligus, seperti haji
dan jihad, dan ada yang berkaitan
dengan menahan diri dari syahwat
dan keinginan, seperti puasa. Jika
seorang hamba melaksanakan
dan menyempurnakan ibadah-
ibadah yang beraneka ragam ini
sesuai anjuran syari’at, tanpa lalai
dan benci, beramal hingga lelah,
mengorbankan apa yang
dicintainya, dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya, dimana
semua itu dilakukan karena
ketaatan kepada Rabb-nya,
menjalankan perintah-Nya, dan
ridha dengan syari’at-Nya, maka
itulah dalil atas kesempurnaan
ibadah, ketundukan, kecintaan,
dan pengagungan kepada Rabb-
nya. Dan telah terrealisasikan
dalam dirinya sifat ibadah kepada
Pencipta, Pemilik, dan Pengatur
alam semesta.
Jika perkara tadi telah jelas, maka
sekarang kita akan membicarakan
puasa secara khusus.
Sesungguhnya puasa itu
mempunyai hikmah-hikmah yang
banyak, sehingga ia menjadi salah
satu kewajiban sekaligus rukun
islam.
Diantara hikmah puasa adalah ia
merupakan ibadah kepada Allah di
mana seorang hamba bertaqarrub
(mendekatkan diri) kepada-Nya
dengan meninggalkan apa-apa
yang disukai dan diingini oleh
hawa nafsunya, baik berupa
makanan, minuman, ataupun
jima’ (Hubungan suami istri). Oleh
sebab itu, tampaklah kejujuran
iman, kesempurnaan ibadah, dan
kekuatan cinta kepada Allah,
sekaligus pengharapan terhadap
apa yang ada di sisi-Nya.
Sesungguhnya manusia itu tidak
akan mau meninggalkan apa
yang ia cintai kecuali jika ia
mencintai sesuatu yang lebih
agung darinya. Tatkala seorang
mukmin menyadari bahwa ridha
Allah itu terdapat dalam puasa,
maka ia meninggalkan syahwat
yang ada pada dirinya meskipun
sebenarnya ia menyukainya. Ia
melakukan hal itu karena ia
mendahulukan ridha Allah
dibanding hawa nafsunya,
sekaligus untuk mencari kelezatan
dan ketenangan jiwa yang ia
dapatkan ketika ia meninggalkan
syahwatnya untuk Allah azza wa
jalla. Oleh sebab itu, banyak
diantara kaum muslimin yang
sekiranya mereka dipukul dan
ditahan agar mereka berbuka
puasa satu hari saja dibulan
Ramadhan tanpa ada alasan yang
dibenarkan agama, niscaya
mereka tetap tidak mau
melakukannya. Ini adalah salah
satu hikmah puasa yang teragung.
Hikmah puasa lainnya, ia
merupakan sebab menuju taqwa.
Sebagaimana firman Allah
subhanahu wata’ala:
ﻳﺄَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍْ ﻛُﺘِﺐَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢُ ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡُ
ﻛَﻤَﺎ ﻛُﺘِﺐَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣِﻦ ﻗَﺒْﻠِﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ
ﺗَﺘَّﻘُﻮﻥَ
“Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah:
183).
Orang yang berpuasa
diperintahkan untuk melakukan
amalan-amalan ketaatan dan
menjauhi berbagai kemaksiatan.
Rasullullah sallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
ﻣﻦْ ﻟَﻢ ﻳَﺪﻉْ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﺰﻭﺭِ ﻭﺍﻟﻌﻤﻞَ ﺑﻪ
ﻭﺍﻟﺠَﻬﻞَ ﻓﻠﻴﺲ ﻟﻠﻪ ﺣﺎﺟﺔٌ ﻓﻲ ﺃﻥَّ ﻳَﺪﻉَ
ﻃﻌﺎﻣَﻪ ﻭﺷﺮﺍﺑَﻪ
“Barangsiapa yang tidak
meninggalkan kebodohan,
perkataan dusta, dan
mengamalkannya, maka Allah
tidak membutuhkan kepada
perbuatannya dalam
meninggalkan makan dan
minum.” (HR. Al-Bukhari)
Jika seseorang yang berpuasa
ingin melakukan maksiat, maka ia
akan teringat puasanya, lalu
menahan diri dari maksiat tadi.
Oleh karena itu, Nabi sallallahu
‘alaihi wasallam memerintahkan
orang yang berpuasa untuk
berkata jika ada orang yang
mencela atau menghinanya:
“Sesungguhnya aku sedang
berpuasa,” sebagai peringatan
untuk pencelanya bahwa orang
yang berpuasa diperintahkan
untuk menahan diri dari mencela
dan menghina, dan untuk
mengingatkan dirinya sendiri
bahwa dia sedang berpuasa. Oleh
karena itu, ia tidak bisa membalas
dengan celaan dan hinaan serupa.
Termasuk diantara hikmah puasa
lainnya adalah terfocusnya hati
untuk berdzikir dan berfikir.
Karena kelalaian itu timbul dari
mengkonsumsi segala keinginan,
bahkan hal itu sering kali
mengeraskan hati dan
membutakan kebenaran. Oleh
karena itu, Nabi sallallahu ‘alaihi
wasallam menganjurkan untuk
mempersedikit makan dan
minum.
Beliau sallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
ﻣَﺎ ﻣَﻸ ﺍﺑﻦُ ﺁﺩﻡَ ﻭِﻋَﺎﺀً ﺷﺮّﺍً ﻣﻦ ﺑﻄﻦٍ،
ﺑﺤَﺴْﺐِ ﺍﺑﻦ ﺁﺩﻡَ ﻟُﻘﻴْﻤﺎﺕٌ ﻳُﻘﻤﻦ ﺻُﻠْﺒَﻪ،
ﻓﺈِﻥ ﻛﺎﻥ ﻻ ﻣَﺤﺎﻟَﺔَ ﻓَﺜُﻠﺚٌ ﻟﻄﻌﺎﻣِﻪ ﻭﺛﻠﺚٌ
ﻟﺸﺮﺍﺑﻪ ﻭﺛﻠﺚٌ ﻟﻨﻔﺴِﻪِ
“Anak adam tidak pernah mengisi
suatu bejana yang lebih jelek
daripada perut. Cukuplah ia
mengkonsumsi beberapa suapan
untuk menegakkan tulang
punggungnya. Jika memang harus
lebih, maka hendaklah ia
menjadikan sepertiganya untuk
makanan, sepertiga untuk
minuman, dan sepertiga lagi untuk
udara.” (HR. Ahmad, an-Nasa’i, dan
Ibnu Majah.)
Disebutkan dalam Shahih muslim,
dari Hanzhalah al-Usaidi, salah
seorang juru tulis Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wasallam, ia
berkata kepada Nabi sallallahu
‘alaihi wasallam, “Hanzhalah telah
melakukan kemunafikan.”
Rasulullah sallallahu ‘alaihi
wasallam lalu bertanya, “Mengapa
demikian?” Dia menjawab, “Ya,
Rasulullah, ketika kami
bersamamu, engkau
mengingatkan kami tentang Surga
dan Neraka, hingga seolah-olah
kami melihatnya dengan mata
kepala kami. Namun jika kami
pergi dari sisimu, kami bekerja
untuk istri, anak, dan kebutuhan
kami sehingga kami banyak lupa,
… dan seterusnya.” Didalam hadits
tersebut disebutkan: “Namun
wahai Hanzhalah, sesaat demi
sesaat.” Beliau mengulanginya
sebanyak tiga kali.
Abu Sulaiman ad-Darani berkata:
“Sesungguhnya jika diri berada
dalam keadaan lapar dan haus,
maka hati menjadi bersih dan
lembut, sedangkan jika ia
kenyang, maka hati menjadi
buta.”
Hikmah lainnya, orang kaya
menyadari seberapa besar nikmat
kekayaan yang telah Allah
curahkan. Allah telah memberikan
nikmat makan, minum, dan jima’
pada saat banyak orang tidak
mendapatkannya. Kemudian ia
memuji dan bersyukur kepada
Allah atas nikmat dan kemudahan
yang diberikan. Dia juga
mengingat saudaranya yang fakir
dan terkadang melewati malam
dalam keadaan lapar, lalu
memberikan sedekah untuk
menghentikan rasa laparnya dan
menutupi auratnya. Oleh sebab itu,
Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam
adalah orang yang paling
dermawan, terlebih lagi disaat
bulan Ramadhan, ketika Jibril
menemui beliau untuk
mengajarkan al-Qur-an.
Hikmah lainnya, puasa merupakan
sarana untuk mengekang,
menguasai dan mengendalikan
jiwa. Sehingga pelakunya mampu
untuk mengarahkan ke arah
kebaikan dan kebahagiaan.
Sesungguhnya jiwa itu
memerintahkan kejelekan, kecuali
jiwa yang dirahmati Allah.
Seandainya seseorang
membiarkan kehendak jiwanya
lepas begitu saja niscaya jiwanya
tadi menjerumuskan dirinya
kedalam hal-hal yang
membinasakan. Namun, jika dia
mampu menguasai jiwanya, maka
dia akan mencapai derajat dan
kedudukan yang tinggi.
Hikmah lainnya, puasa itu akan
menghilangkan kesombongan jiwa
pelakunya, sehingga dia menjadi
orang yang tunduk kepada
kebenaran dan bersikap lemah
lembut kepada sesama mahluk.
Sesungguhnya rasa kenyang dan
jima’ itu menimbulkan rasa
sombong terhadap sesama dan
sikap menolak kebenaran. Sebab,
ketika jiwa membutuhkan makan
dan jima’, maka ia akan berusaha
untuk mendapatkan kebutuhan
tersebut, namun, setelah
kebutuhannya terpenuhi, ia akan
merasa bahwa dirinya telah
menang, sehingga timbullah rasa
senang yang tercela dan
kesombongan yang semua itu bisa
menyebabkan binasa. Orang yang
terhindar dari dosa adalah yang
dijaga oleh Allah subhanahu
wata’ala.
Hikmah lainnya, rasa lapar dan
dahaga akan menyebabkan
menyempitnya pembuluh darah,
sehingga jalan-jalan syaitan
ditubuh manusia juga akan
menyempit. Sebab, syaitan itu
berjalan di tubuh anak Adam
melalui pembulu darah mereka.
Sebgaimana hadits shahih yang
tercantum dalam shahihain. Oleh
karena itu, was-was syaitan,
syahwat, dan kemarahan menjadi
redam dengan puasa.
Inilah yang menjadi dasar sabda
Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam:
ﻳﺎ ﻣَﻌْﺸَﺮ ﺍﻟﺸﺒﺎﺏ ﻣَﻦ ﺍﺳﺘﻄﺎﻉ ﻣﻨﻜﻢ
ﺍﻟْﺒَﺎﺀﺓَ ﻓﻠْﻴﺘﺰﻭﺝْ ﻓﺈﻧَّﻪ ﺃﻏَﺾُّ ﻟﻠﺒَﺼﺮ
ﻭﺃﺣْﺼَﻦُ ﻟِﻠﻔَﺮْﺝِ، ﻭﻣَﻦ ﻟﻢ ﻳﺴﺘﻄﻊْ ﻓﻌﻠﻴﻪ
ﺑﺎﻟﺼﻮﻡِ ﻓﺈﻧﻪ ﻟﻪ ﻭِﺟﺎﺀُ
“Wahai para pemuda, barangsiapa
diantara kalian yang sudah
memiliki kemampuan, maka
hendaklah ia menikah.
Sesungguhnya itu
lebihmenundukan pandangan dan
lebih menjaga kemaluan. Dan
barangispa yan belum mampu,
maka hendaklah dia berpuasa,
sesungguhnya puasa itu akan
menjadi perisai
baginya.” (Muttafaq ‘alaih)
Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam
menjadikan puasa sebagai perisai
dari syahwat pernikahan dan
peredam gejolaknya.
Hikmah lainnya, puasa itu
mengandung berbagai faedah
kesehatan yang dihasilkan dari
pengurangan makanan,
pengistirahatan alat-alat
pencernaan untuk beberapa
waktu tertentu, pengendapan
ampas-ampas yang berbahaya
bagi tubuh, dan selainnya.
Sungguh, betapa tinggi dan
agungnya hikmah Allah serta
begitu baik dn bermanfaat
syari’at-Nya bagi para hamba.
Ya Allah, jadikanlah kami adalah
orang-orang yang memahami
agama-Mu, berikanlah kami
pengetahuan tentang rahasia
syari’at-Mu, serta perbaikilah
urusan dunia dan agama kami.
Ampunilah kami, kedua orang tua
kami, dan seluruh kaum muslimin,
dengan rahmat-Mu, wahai Dzat
Yang Mahapenyayang di antara
para penyayang.
Shalawat dan salam semoga tetap
senantiasa tercurah kepada Nabi
kita Muhammad, beserta seluruh
keluarga dan para Shahabatnya.
Sumber:
1. http://www.ibnothaimeen.com/
all/books/article_17690.shtml
Disalin dari buku:
Majelis Bulan Ramadhan
Syaikh Muhammad bin Shalih
al-’Utsaimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar